KKN Konversi: Sejarah Iroyudan

15 Juni 2024
KKN UIN
Dibaca 231 Kali
KKN Konversi: Sejarah Iroyudan

Pada tanggal 31 Mei 2024, kami melakukan wawancara dengan Pak Muhammad Hisyam, yang merupakan Dukuh Iroyudan, untuk mengungkapkan lebih dalam mengenai sejarah dan perjuangan Tumenggung Wiroyudo, yang sebenarnya bernama Mabrur Rahim, dalam melawan penjajah Belanda.

Tumenggung Wiroyudo hidup pada masa yang sama dengan Pangeran Diponegoro, dan ketika Pangeran Diponegoro memilih untuk menghindari pengawasan ketat Belanda dengan tinggal di Selarong, Mbah Wiroyudo, sebagai seorang teman dan setia, juga memutuskan untuk bergabung dalam perjuangan tersebut. Untuk mengelabui Belanda, ia mendirikan pesantren di dekat Selarong. Pesantren ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat pendidikan agama, tetapi juga menjadi basis penting dalam perlawanan terhadap kekuasaan kolonial yang menindas.

Ketika Jalan utama pada saat itu melintasi Jembatan Sindon, tempat strategis untuk pengawasan dan pergerakan, pasukan Belanda mendekat. Mbah Wiroyudo dan para santri pesantren bertindak cepat dan cerdas. Mereka memanfaatkan pengetahuan mereka tentang medan untuk menghambat gerak maju pasukan penjajah ke arah utara, yang mengarah ke Gua Selarong. Ini menjadi awal dari Kampung Jagad, tempat sementara bagi penjajah Belanda untuk mengawasi dan mengorganisir pasukan mereka, yang kemudian dikenal sebagai Kampung Kalongan.

Makam Mbah Wiroyudo terletak di Guwosari, Jati Larangan, sebuah keputusan yang dipilihnya karena menolak untuk dimakamkan di dalam keraton. Santri-santri dari pesantren beliau kemudian menjadi inti dari komunitas yang dikenal sebagai Dukuh Iroyudan, sebuah nama yang diambil dari nama beliau.

Rumah joglo yang dulunya menjadi pesantren Mbah Wiroyudo sekarang tidak lagi ada, konon katanya telah digantikan oleh rumah-rumah yang dibangun oleh keturunannya, meskipun identitas aslinya tersebut sudah tidak dapat dipastikan.